Ketika kita menjalani
kehidupan rumah tangga, pasti kita akan mengalami turbulence atau
goncangan. Kita akan dibanting, digoyang, bahkan sebagian ada yang dicampakkan
karena penulis belum pernah menemukan kehidupan rumah tangga yang selama
hidupnya baik-baik saja sampai akhir tanpa adanya masalah... karena menyatukan
dua hati yang berbeda itu sangat sulit, tidak mudah.
Kita dibesarkan dari kecil
hingga dewasa dengan nilai-nilai kehidupan yang berbeda-beda oleh orang tua dan
lingkungan, apalagi kita sejak dilahirkan sudah memiliki jenis kelamin berbeda
(yang satunya laki-laki dan yang satunya perempuan), sudah pasti ada perbedaan
dari kondisi psikologis ~gampangnya, laki-laki seringkali berpikir dengan
logika, sedangkan perempuan berpikir dengan perasaannya... meskipun saat
ini kadang keduanya beralih peran,
hehehe. Tetapi umumnya seperti itu.
Jadi kita ini memang dua
makhluk yang berbeda. Jika sama, berarti 'cucok' (laki suka laki dan perempuan
suka perempuan, hehehe). Tetapi sekarang kita berbicara sesuatu yang normal
dulu, biar yang lain kita lupakan saja. Karena kita merupakan makhluk yang
berbeda dan diikat dengan tali pernikahan, maka sudah barang tentu kita akan
mengalami petualangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Bayangkan ketika
kita melakukan petualangan di lautan bebas dengan mengarungi samudera, apakah
kita akan selalu menemui keadaan yang normal-normal saja..??
Penulis merupakan mantan
awak kapal pesiar. Di sini kita akan menemui pengalaman yang pasti tidak selalu
sama... kadang ombak itu tenang, kadang ombak itu menggelora dengan dahsyatnya.
Namun apakah kita biarkan kapal tersebut untuk karam terus tenggelam..?? Tentu
saja tidak, karena ini masalah hidup dan mati kita. Tetapi mengapa jika kita
mengalami masalah dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, kesannya kita ingin
tanpa adanya masalah, tanpa adanya kesulitan..??
Memang sulit memprediksi
kapan badai akan berlalu, tetapi kitalah yang diamanahkan oleh Tuhan untuk
mengendalikan kapal tersebut (yang bernama rumah tangga kita). Kitalah sebagai
nahkoda kapal tersebut hingga kita memutuskan mau ke mana kita ingin membawa kapal
tersebut berlabuh... Semua keputusan itu mengandung konsekuensinya yang
berbeda-beda ~ambil yang menurut Tuhan kita mau, bukan maunya kita saja. Karena
kalau maunya kita saja, kadang tertutupi oleh ego besar yang kita miliki.
Pilihlah dengan bijaksana, bukan dengan bijaksitu, hehehe. Semoga bisa
dipahami.
Komentar
Posting Komentar