Ada seorang pakar
parenting yang bercerita kepada penulis di suatu seminar bahwa kehidupan rumah
tangganya yang pertama berakhir dengan tragis yaitu perceraian, tetapi saat ini
dia juga menceritakan bahwa dia telah menikah lagi untuk kedua kalinya. Bahkan
beliau tanpa sungkan mengenalkan istrinya yang baru.
Penulis cukup terkejut
dengan kejujuran beliau menceritakan mengenai kehidupan rumah tangganya yang
pertama berakhir dengan perceraian... (Kok bisa seorang yang mengaku pakar, apalagi
di bidang parenting, pernikahannya berakhir dengan perceraian..?). Awalnya
penulis malu untuk bertanya mengenai hal ini, tetapi penulis memaksakan diri
untuk tetap bertanya mengapa dia tidak malu menceritakan tentang kegagalan
kehidupan rumah tangganya, padahal beliau mengaku seorang pakar parenting yang
seharusnya menjadi panutan bagaimana kehidupan rumah tangga itu berjalan dengan
semestinya (tetapi kok dia bisa gagal..? Lalu hal baik apa yang bisa kita tiru
dari kehidupan rumah tangga beliau yang berantakan itu..?)
Namun ternyata jawaban
lugas beliaulah yang membuat penulis takjub bahwa beliau tidak pernah malu
untuk menceritakan kegagalannya dalam kehidupan rumah tangga kepada siapa saja.
Walau mungkin ada sebagian orang yang akhirnya meremehkan kepakarannya, beliau
mengatakan bahwa kegagalannya bisa menjadi pembelajaran besar bagi banyak orang
yang mendengarkan penuturannya, sehingga kita tak perlu mengalami kegagalan
yang sama.
Kalau saja beliau menutupi
kehidupan rumah tangganya yang sebenarnya, karena takut ditinggal pengikutnya,
berarti beliau telah membohongi banyak orang, dan kalau akhirnya ketahuan juga
malah akan lebih merusak reputasinya. Saya lebih memilih untuk mengungkapkannya
dengan jujur agar banyak orang bisa mendengarnya langsung dan belajar dari
pengalaman pahit beliau bahwa pernikahan kalau dianggap main-main tanpa ilmu
yang memadai bisa menjadi bumerang bagi kehidupan kita. Akan banyak hati yang
tersakiti, dan pastinya yang selalu menjadi korban utamanya adalah kehidupan
anak-anak kita melihat orang tuanya sudah tidak menyatu lagi seperti sediakala.
Bagaimana beban psikologis yang harus mereka tanggung..?
Beliau malah ingin kita
belajar dari pengalamanya karena guru terbaik adalah kita belajar dari orang
yang sudah mengalaminya langsung, jadi kita tidak hanya sekedar mendengar teori
saja tetapi juga kisah nyata yang terjadi pada narasumbernya langsung.
Di sinilah saya semakin
menghormati beliau karena jarang seseorang yang mengaku pakar menceritakan apa
adanya tentang kegagalannya, apalagi di bidang parenting. Biasanya mereka hanya
ingin terlihat sempurna dalam kehidupan rumah tangga mereka, karena mungkin
mereka takut apabila menceritakan tentang kegagalannya, gambaran mereka di mata
masyarakat akan menjadi hancur seketika, dan mereka segera ditinggalkan oleh
pengikutnya.
Akan tetapi saya bisa
memetik banyak sekali pembelajaran dari beliau bahwa kehidupan rumah tangga itu
tidak ada yang sempurna, pasti akan selalu saja ada badai yang menghadangnya.
Nah, agar kita tidak tersapu badai tersebut, lengkapilah diri kita selalu
dengan ilmunya ~bagaimana caranya mengelola kehidupan rumah tangga dengan baik,
karena hanya dengan ilmulah kita akan selalu berada di atas dari masalah yang
kita hadapi.
Kalaupun gagal juga pada akhirnya, kita masih bisa disebut sebagai manusia yang sedang berusaha keras menjalani kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya, karena perintah Tuhan kepada kita jelas, yaitu kita hanya diminta untuk berusaha yang terbaik dan bukan terlalu memikirkan hasilnya, karena hasil sekali lagi hanya wewenang Tuhan untuk menentukannya.
Tips-Tips agar kita gigih untuk belajar ilmu parenting
- Sadarilah, dengan kita mempelajari suatu ilmu belum tentu menjamin hasilnya pasti baik untuk kita, apalagi sesuatu yang tidak dilakukan tanpa ilmunya sama sekali.
- Ilmu ibarat lampu penerang di tengah gelapnya malam hari yang dapat menuntun kita ke arah yang kita inginkan. Apabila kita tidak memiliki ilmu sama sekali dan kita juga tidak mau mengusahakannya sama sekali, bagaimana kita dapat selamat sampai tujuan..?
- Selalu saja ada orang yang berkata: "Tetapi kan kita bisa belajar dari pengalaman kita sendiri tanpa harus memiliki ilmunya terlebih dahulu..?" Tanyakan kepada orang tersebut harga yang harus dia bayar untuk mengalami semua pengalamannya itu, apakah jauh lebih murah, atau lebih mahal dibandingkan dia mau merendahkan hatinya untuk mau belajar kepada orang lain yang lebih memiliki ilmunya... apalagi ini berkaitan dengan keberlangsungan keluarga yang sangat kita cintai.
Komentar
Posting Komentar